Perlahan tapi pasti, Turki semakin dekat dengan suasana "Islami." Sebaliknya, doktrin sekulerisme mulai tersisihkan di negara yang kini diperintah Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu.
Selain tren jilbab yang tak terbendung, studi Al-Qur'an di sekolah umum mulai digalakkan di Turki.
Perubahan itu rupanya dipandang Uni Eropa sebagai hal yang mengkhawatirkan. Uni Eropa menuduh Ankara menggunakan kekuasaan untuk secara perlahan menyingkirkan sekularisme Turki. Diantaranya dengan memperkenalkan studi Al-Qur'an di sekolah umum.
Hal lain yang menjadi catatan Uni Eropa adalah upaya pemerintah Erdogan menurunkan batas usia anak-anak boleh masuk ke sekolah agama Islam serta rencana AKP untuk meluncurkan saluran televisi Islam dan proposal pembangunan tempat ibadah di ruang publik seperti teater dan opera.
Kepala Delegasi Uni Eropa, Jean Maurice Ripert mengatakan, perubahan yang dilakukan Turki tidak sesuai dengan semangat sekularisme negara yang dideklarasikan Mutafa Kemal Ataturk tersebut. “Sejumlah politisi membuat perbandingan yang tidak sesuai,” kata Ripert seperti dikutip Republika, Selasa (12/6) malam.
Awal Mei lalu hasil survei Yayasan Studi Ekonomi dan Sosial yang berbasis di Istanbul menunjukkan, 60 persen perempuan Turki telah mengenakan jilbab. Semarak jilbab itu juga diikuti dengan menjamurnya produk busana muslim di Turki.
Selain secara kultural, upaya "islamisasi" juga difasilitasi pemerintah dengan rencana mengaktifkan kembali Masjid Aya Sophia sebagai tempat ibadah umat Muslim dan mengajarkan Al-Qur'an di sekolah-sekolah umum, baru-baru ini.
Selain tren jilbab yang tak terbendung, studi Al-Qur'an di sekolah umum mulai digalakkan di Turki.
Perubahan itu rupanya dipandang Uni Eropa sebagai hal yang mengkhawatirkan. Uni Eropa menuduh Ankara menggunakan kekuasaan untuk secara perlahan menyingkirkan sekularisme Turki. Diantaranya dengan memperkenalkan studi Al-Qur'an di sekolah umum.
Hal lain yang menjadi catatan Uni Eropa adalah upaya pemerintah Erdogan menurunkan batas usia anak-anak boleh masuk ke sekolah agama Islam serta rencana AKP untuk meluncurkan saluran televisi Islam dan proposal pembangunan tempat ibadah di ruang publik seperti teater dan opera.
Kepala Delegasi Uni Eropa, Jean Maurice Ripert mengatakan, perubahan yang dilakukan Turki tidak sesuai dengan semangat sekularisme negara yang dideklarasikan Mutafa Kemal Ataturk tersebut. “Sejumlah politisi membuat perbandingan yang tidak sesuai,” kata Ripert seperti dikutip Republika, Selasa (12/6) malam.
Awal Mei lalu hasil survei Yayasan Studi Ekonomi dan Sosial yang berbasis di Istanbul menunjukkan, 60 persen perempuan Turki telah mengenakan jilbab. Semarak jilbab itu juga diikuti dengan menjamurnya produk busana muslim di Turki.
Selain secara kultural, upaya "islamisasi" juga difasilitasi pemerintah dengan rencana mengaktifkan kembali Masjid Aya Sophia sebagai tempat ibadah umat Muslim dan mengajarkan Al-Qur'an di sekolah-sekolah umum, baru-baru ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar