Kamis, 20 Januari 2011

Penggunaan GPS dan Citra Satelit dalam Survey Teknis dan Desain dalam Koridor

Bila anda akan merencakanan suatu koridor baru baik untuk jalan rel maupun jalan raya, maka anda akan dihadapkan pada kurangnya informasi yang uptodate soal peta dasar topografi (Peta Rupa Bumi Indonesia).  Apalagi daerah yang didesain adalah wilayah Sumatera.  Beberapa masalah yang ada adalah:

  • Berdasarkan informasi dari pihak BAKOSURTANAL, peta topografi atau rupa bumi untuk sebagian besar wilayah Sumatera baik yang berupa kertas maupun digital merupakan terbitan Dinas Topografi AD tahun 1974 dengan skala 1:50000.
  • Tidak tersedianya peta skala 1:25000 dapat diatasi dengan banyaknya data di internet berupa peta satelit baik berupa foto satelit Quick Bird ataupun citra satelit IKONOS produksi tahun 2000-2002.
  • Menurut Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, peta geologi berskala 1:100.000  - 1:250.000 memakai peta US ARMY terbitan tahun 1953 sebagai peta dasar.  Datum peta ini adalah Datum Batavia (Bessel 1846).  Transformasi datum harus dilakukan ke datum internasional WGS84 atau datum Indonesia Datum IDN95.
  • Peta-peta tersebut diatas tidak lengkap dalam menampilkan kontur.  Sebagai tambahan referensi untuk terrain, maka data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dari NASA tahun 2000, dapat menghasilkan kontur dengan kerapatan sampai 0.5 m.
  • Pemakaian GPS tipe navigasi akan diperlukan untuk melengkapi peta 1:50.000 diatas dan tracing desain alinyemen baru di lapangan.  GPS tipe ini mempunyai akurasi 5-15 meter.
  • Agar semua peta, baik itu peta topografi, peta geologi, peta tata guna lahan maupun peta kepemilikan tanah yang ada akan dirubah dan digitasi kedalam peta GIS sehingga dapat dilakukan superimpose terhadap layer-layer yang ada.  Dengan demikian dapat terlilhat apakah alinyemen yang baru melewati daerah patahan atau tidak, melewati lahan milik siapa dan lainnya.
Untuk mempermudah pekerjaan, saya memakai software-software dari Autodesk®.  Gambar dibawah menunjukan proses pekerjaan dengan memakai software Autodesk®.

Untuk memperjelas tulisan ini, maka dipilih suatu contoh soal.  Di Staiun Kotabumi, Lampung akan dilakukan perbaikan lengkung dari R=300 m menjadi R=500 m.  Pembuatan draft desain (schematic site layout) perbaikan lengkung dilakukan dengan cara:
1) Inventarisasi data-data sekunder seperti:
·      Peta topografi dari Dinas Topografi AD skala 1:50.000 terbitan tahun 1974 yang akan discanned untuk mendapatkan file digitalnya.
·      Peta geologi dari Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral skala 1:250.000 – 1:100.000
·      Peta situasi jalan KA buatan Belanda terbitan tahun 1919 dengan skala H=1:5000 dan V=1:200
·      Peta digital dari Bakosurtanal
·      Google Earth (edit untuk pengganti spaceimaging.com)
·      Data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dari NASA
·      Data lengkung existing dari Divre III Sumatera Selatan
·      Peta GIS geologi dari ESRI
·      Peta Tata Guna Lahan dan Kepemilikan Tanah dari Bappeda Propinsi Sumatera Selatan dan Lampung
2)   Peta dalam bentuk digital akan mempermudah dan mempercepat pekerjaan desain khususnya bila terjadi masalah.
3)   Karena peta topografi yang ada buatan tahun 1974, maka image dari Google Earth akan lebih tepat untuk pembuatan draft desain.
4)   Image dari Google Earth harus dikalibrasi dahulu dengan software Global Mapper atau istilah kerennya memberi georeference atau koordinat geografi di image tersebut.
5)   File image ini kemudian dibuka di Autodesk Land Desktop untuk dapat melihat situasi di lengkung nomor 13 dan 14.


6)   Jalan KA existing dan desain lengkung R=500 dan R=800 digambar di atas foto satelit.  Data alignment dikompilasi dari data lengkung Divre III Sumsel dan peta jalan KA buatan Belanda.


7)   Titik-titik elevasi dikompilasi dari data SRTM S05E104.hgt dengan software Global Mapper.  Titik elevasi ini kemudian digenerate oleh Autodesk Land Desktop menjadi terrain dan kontur.


8)   Data profile dan cross sction existing ground secara langsung dapat dibuat dan digambar.  Ketinggian elevasi rel existing kemudian digambar di profile yang sudah ada.
9)   Dari desain ini terdapat 2 alternatif yaitu lengkung dengan R=500 tidak akan ada pembuatan jembatan baru.  R=800 yang merupakan shortcut dari lintas ini memerlukan 1 buah jembatan baru.  Dari sini harus dilihat apakah penyambungan rel existing dan desain tidak menimbulkan masalah dalam gradien jalan KA.


10)  Peta situasi ini kemudian dikompilasi dalam format yang dapat dibaca oleh GPSr Garmin untuk tracing lapangan pada saat site survey.  Gambar dibawah ini merupakan tampilan dari Garmin GPSMap 60CS yang akan dipakai.


11) Pemeriksaan konsep desain dilakukan dengan GPS sebagai navigasi.  Pada gambar berikut, konsep desain lengkung no 13 dan 14 ditampilkan dalam bentuk Route sehingga titik awal dan lintasan dari desain dapat ditelusuri.  Gambar sebelah kiri, menunjukkan Route untuk R=800 dan gambar sebelah kanan posisi kompas yang menunjukan arah jalan (Heading) yang sudah sesuai dengan arah tujuan (Bearing).
12)  Bila dalam tracing path ini, ditemui kendala, maka perubahan konsep desain dapat dilakukan langsung di lapangan dengan merubah dan menelusuri perubahan ini.

              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar